PEMAKAIAN BAHASA KOMUNITAS PEDAGANG PASAR
LOAK DI ADIWERNA KABUPATEN TEGAL
Oleh : Prety Lailani Rizki
PENDAHULUAN
Bahasa adalah salah satu ciri yang paling khas manusiawi yang membedakannya
dari makhluk-makhluk yang lain. Ada dua aspek yang mendasar dalam
pengertian masyarakat. Yang pertama ialah bahwa anggota-anggota suatu
masyarakat hidup dan berusaha bersama secara berkelompok-kelompok. Aspek yang
kedua ialah bahwa anggota-anggota dan kelompok-kelompok masyarakat ini dapat
hidup bersama karena ada suatu perangkat hukum dan adat kebiasaan yang mengatur
kegiatan dan tindak-laku mereka, termasuk tindak-laku berbahasa. (Nababan 1984:
1-2).
Dalam setiap komunikasi-bahasa ada dua pihak yang terlibat, yaitu pengirim
pesan (sender) dan penerima pesan (receiver). Ujaran (berupa
kalimat atau kalimat-kalimat) yang digunakan untuk menyampaikan pesan (berupa
gagasan, pikiran, saran, dan sebagainya) itu disebut pesan. (Chaer :
2010: 20). Sebagai gejala sosial, bahasa dan pemakaian bahasa tidak hanya
ditentukan oleh faktor-faktor linguistik tetapi juga oleh faktor-faktor
nonlinguistik, antara lain adalah faktor-faktor sosial. Faktor-faktor
sosial
yang mempengaruhi pemakaian bahasa misalnya status sosial,
tingkat pendidikan, umur, tingkat ekonomi, jenis kelamin dan sebagainya. Di
samping itu pemakaian bahasa juga dipengaruhi oleh faktor-faktor situasional,
yaitu siapa berbicara dengan bahasa apa, kepada siapa, kapan, di mana dan
mengenai masalah apa (Fishman dalam Suwito 1985: 3).
Pasar merupakan sesuatu yang sulit dipisahkan dalam kehidupan sehari- hari.
Karena pasar adalah salah satu tempat untuk memenuhi kebutuhan hidup, dimana
proses jual-beli biasa terjadi. Namun tidak semua orang dapat dengan yakin
membedakan jenis-jenis pasar. Kebanyakan orang hanya mengetahui pasar secara
umum, yakni pasar tradisional dan pasar modern. Padahal bukan hanya itu saja
melainkan masih banyak jenis pasar yang lainnya. Pasar loak adalah jenis pasar yang
berisi lapak orang yang ingin menjual/barter berbagai barang mulai
dari barang berkualitas rendah sampai barang berkualitas tinggi dengan potongan
harga atau barang bekas pakai. Dalam sejarahnya pada sebuah pasar
loak selalu dilekatkan sebuah stigma sebagai tempat transaksi ekonomi kelas
bawah, miskin, seret serta kepepet uang. Dan dalam pengertian lain, juga
berfungsi hampir serupa dengan tempat pengadaian. Di pasar loak diperjual
belikan barang-barang bekas layak pakai, baik itu milik sendiri maupun barang
curian. Di pasar loak Adiwerna, barang-barang yang dijual diantaranya,
barang-barang elektronik bekas seperti TV, radio, HP, speaker, VCD dan juga
menjual barang bekas seperti piranti untuk kendaraan sepeda dan motor.
Masyarakat tutur bahasa Jawa di daerah Adiwerna kabupaten Tegal, kekhasan
bahasa yang digunakan adalah bahasa ngapak dialek Tegalan. Di Adiwerna sendiri
ada beberapa etnik yaitu ada etnik Jawa dan etnik Cina. Namun, didominasi oleh
etnik Jawa sendiri yang mata pencaharian sebagian besar adalah pedagang.
Komunitas pedagang merupakan salah satu komunitas yang lazim ditemukan dalam
kehidupan sehari-hari. Anggota kelompok ini adalah mereka yang bermata pencaharian sebagai
pedagang. Keseharian komunitas pedagang yang berlatar belakang etnik Jawa di
Pasar Loak Adiwerna diisi dengan jual beli sekaligus bersosialisasi
dengan sesama pedagang.
Peneliti mengambil penelitian
bagaimana penggunaan bahasa jual beli di Pasar Loak Adiwerna Kabupaten Tegal
sebagai kajian sosiolinguistik, karena terdapat variasi bahasa.
Peneliti ini, bertujuan mengetahui ragam bahasa jua beli di Pasar Loak Adiwerna
Kabupaten Tegal.
KAJIAN TEORI
Fishman
(1976:28) menyebut “masyarakat tutur adalah suatu masyarakat yang
anggota-anggotanya setidak-tidaknya mengenal satu variasi bahasa beserta
norma-norma yang sesuai dengan penggunaannya”. Kata masyarakat dalam
istilah masyarakat tutur bersifat relatif,
dapat menyangkut masyarakat yang sangat luas, dan dapat pula hanya menyangkut
sekelompok kecil orang.
Dengan pengertian terhadap kata masyarakat seperti itu, maka
setiap kelompok orang yang karena tempat atau daerahnya, profesinya, hobinya,
dan sebagainya, menggunakan bentuk bahasa yang sama, serta mempunyai penilaian
yang sama terhadap norma-norma pemakaian bahasa itu, mungkin membentuk suatu
masyarakat tutur.
Yang dimaksud dengan peristiwa tutur (Inggris: speech
event) adalah terjadinya atau berlangsungnya interaksi lingustik dalam satu
bentuk ujaran atau mlebih yang melibatkan dua pihak, yaitu penutur dan
lawan tutur, dengan satu pokok tuturan, di dalam waktu, tempat, dan situasi
tertentu. Jadi, interaksi yang berlangsung antara seorang pedagang dan pembeli
di pasar pada waktu tertentu dengan menggunakan bahasa sebagai alat
komunikasinya adalah sebuah peristiwa tutur.
Variasi
atau ragam bahasa terjadi sebagai akibat dari adanya keragaman sosial dan
keragaman fungsi bahasa. Variasi bahasa yang pertama berdasarkan
penuturnya adalah variasi bahasa yang disebut idiolek. Menurut konsep idiolek,
setiap orang mempunyai variasi bahasanya atau idioleknya masing-masing.
Variasi
bahasa kedua berdasarkan penuturnya adalah yang disebut dialek, yakni bahasa
dari sekolompok penutur yang jumlahnya relatif, yang berada pada satu tempat,
wilayah, atau area tertentu.
Variasi ketiga
berdasarkan penutur adalah disebut kronolek atau dialek temporal, yakni variasi
bahasa yang digunakan oleh kelompok sosial pada masa tertentu.
Variasi bahasa
yang keempat berdasarkan penuturnya adalah apa yang disebut sosiolek atau
dialek sosial, yakni variasi bahasa yang berkenaan dengan status, golongan, dan
kelas sosial para penuturnya. Perbedaan pekerjaan, profesi jabatan, atau tugas
para penutur dapat juga menyebabkan adanya variasi sosial. Perbedaan variasi
bahasa mereka terutama tampak pada bidang kosakata yang mereka gunakan.
Sehubungan
dengan variasi bahasa berkenaan dengan tingkat, golongan, status, dan kelas
sosial para penuturnya, biasanya dikemukakan orang variasi bahasa yang disebut
akrolek, basilek, vulgar, slang, kolokial, jargon, argot, dan ken. Kolokial
adalah variasi sosial yang digunakan dalam percakapan sehari-hari. Kolokial
berartu bahasa percakapan, bukan bahasa tulis.
1).
Wujud tuturan penjual dan pembeli
Menurut Kridalaksana
(2008: 248) tuturan dapat diartikan wacana yang
menonjolkan rangkaian peristiwa dalam serentetan waktu tertentu, bersama dengan
partisipan dan keadaan tertentu. Sedangkan wujud, diartikan sebagai bentuk.
Wujud tuturan penjual dan pembeli diartikan bentuk ujaran penjual dan pembeli.
a). Penjual dan pembeli dominan
menggunakan bahasa Jawa
b). Penjual dan pembeli dominan menggunakan
bahasa Indonesia
2). Pola Interaksi Penjual dan Pembeli
Suharsono, (2003: 5-7)
menyatakan bahwa faktor-faktor yang bersifat sosial, misalnya yang berhubungan
dengan diferensiasi kerja, tujuan interaksi, dan hubungan
peranan di antara penjual dan pembeli, mempengaruhi pola interaksi jual beli,
yang pada akhirnya mempengaruhi pula wujud dan bentuk tuturan. Mengenai model
interaksi antara penjual dan pembeli dapat diihat dari lima segi, yaitu: (a).
Sifat organisasi, (b). Tujuan interaksi, (c). Sifat hubungan, (d). Harga.
Model interaksi
antara penjual dan pembeli memiliki ciri-ciri berikut: (a). Memberi peluang
pertukaran kata bersifat goal oriented, tetapi juga untuk
mengembangkan hubungan interpersonal, (b). Hubungan bersifat interpersonal,
tidak temporer, (c). Tawar menawar merupakan bagian tidak terpisahkan dalam
interaksi penjual dan pembeli. (d). Masing-masing pelaku dalam
interaksi mengembangkan persuasi verbal.
METODOLOGI
PENELITIAN
Metode-metode yang diambil dari
sosiolinguistik adalah metode yang dipergunakan dalam mempelajari
masalah-masalah yang diambil dari kedua disiplin yang bersangkutan, yaitu
sosiologi dan linguistik. Metode-metode linguistik dipergunakan untuk memerikan (deskripsi)
bentuk-bentuk bahasa serta unsur-unsurnya yang ditemukan atau diperoleh.
Cara-cara mengumpulkan data dari lapangan (masyarakat) kebanyakan diambil dari
ilmu sosiologi, khususnya yang berhubungan dengan pengamatan (observasi) dan
pengumpulan data dengan kuesioner dan wawancara. Dalam penelitian ini,
menggunakan teknik survey, wawancara, dan merekam.
Tempat
pengambilan data ini yaitu di sekitar daerah Adiwerna, tepatnya di pasar Loak
di sepanjang pinggir jalan. Pasar Loak ini beroperasi setiap hari setiap
sekitar pukul 09.00 sampai 12.00 siang.
Data dalam penelitian ini berbentuk tuturan
yang diperoleh dari peristiwa tutur antara penjual dan pembeli dalam peristiwa
komunikasi jual beli di Pasar Loak Adiwerna, Kabupaten Tegal yang sungguh-sungguh
terdapat dalam masyarakat bahasa. Bahasa merupakan objek penelitian dan
pemakaian bahasa (penjual dan pembeli) menjadi subjek dalam penelitian ini.
Sumber data berupa tuturan penjual dan
pembeli, yang melakukan transaksi jual beli di Pasar Loak Adiwerna, Kabupaten
Tegal yang dilakukan pada bulan Juni 2015.
a. Tahap Penyediaan Data
Penyediaan data merupakan upaya
peneliti menyediakan data secukupnya. Data di sini dimengerti sebagai fenomena
lingual khusus yang mengandung dan berkaitan langsung dengan masalah yang
dimaksud.
Dalam tahap penyediaan
data, sekurang-kurangnya melalui tiga tahapan kegiatan, yaitu: 1) mengumpulkan
yang ditandai dengan pencatatan, 2) pemilihan dan pemilah-milah dengan membuang
yang tidak perlu, 3) pendataan menurut tipe atau jenis terhadap apa yang telah
di catat, dipilih dan dipilah-pilahkan itu (Sudaryanto, 1993:
11)
Pada tahap penyediaan data
digunakan metode simak, yaitu cara yang digunakaan untuk memperoleh data
dilakukan dengan menyimak penggunaan bahasa, dengan menggunakan teknik sadap
sebagai teknik dasarnya. Sebagai teknik lanjutannya menggunakan teknik Simak
Bebas Libat Cakap (SBLC ) bahwa peneliti terlibat dalam dialog, konversasi atau
timbal wicara. Jadi, ikut serta dalam proses pembicaraan
orang yang saling berbicara, dan menggunakan teknik rekam memakai hand
phone (HP) sebagai alatnya. Kemudian semua rekaman yang telah
diperoleh ditrankripsi secara fonemis diteruskan dengan klasifikasi data
sebagai langkah akhir tahap penyediaan data.
b. Tahap Analisis Data
Menurut Sudaryanto (1993,
21:26) metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu menggunakan teknik
tehnik pilihan unsur penentu (PUP).
Sesuai dengan jenis penentu
yang akan dipisah-pisahkan dibagi menjadi berbagai unsur itu
maka daya pilah itu dapat disebut daya pilah referensial, daya pilah
otografi dan daya pilah pragmatik yang disesuaikan dengan sifat
atau watak unsur penentu itu masing - masing.
c. Tahap Penyajian Hasil Analisis
Tahap ini merupakan upaya
peneliti menampilkan dalam bentuk laporan tertulis mengenai apa yang telah
dihasilkan dari kerja analisis, khususnya kaidah. Mengenai cara metode penyajian
kaidah tersebut sebagai hasil analisis disajikan penulis menggunakan metode
penyajian informal. Metode penyajian informal adalah perumusan dengan kata-kata
biasa (a natural language) (Sudaryanto, 1993: 144).
PEMBAHASAN
Wujud
Tuturan Penjual dan Pembeli di Pasar Loak Adiwerna Kabupaten Tegal
Peristiwa tutur Bakul TV:
Pembeli
: “apa kuwe?”
Penjual
: “oalah, barang dibuka-buka langsung
travone gedhe nemen yakin..”
Pembeli
: “pirang ampere?”
Penjual
: “loro kurang selawe, mantep nemen
esih asline, travone kiye langsung garo tivine.. limang ampere..”
Pembeli
: “khusus kuwe? speaker?? Toa??”
Penjual
: “speaker mbuapa la kuwe , pokoke
enyong nang umah anggone tip”
Pembeli
: “pirang ampere?”
Penjual
: “buka bae wis buka tolin gampang
oh.. esih asline neng kono..”
Pembeli
: “esih asline??”
Penjual
: “iya.. esih asline yakin”
Pembeli
: “olih kapan?”
Penjual
: “olih wingi lagi sore, olih sing
tanggane aku”
Pembeli
: “mbokan olih sing wong njaba”
Keterangan :
Penjual (seorang bakul TV yang menawarkan barang dagangannya) dan pembeli
(seorang pegawai BUMN yang menawar barang dagangan penjual). Peristiwa tutur
tersebut menunjukkan bahwa wujud tuturan yang digunakan dalam peristiwa
tawar-menawar barang TV menggunakan ragam ngoko dialek Tegal yang digunakan
oleh penjual dan pembeli di pasar loak. Dalam peristiwa tutur tersebut, penjual
dan pembeli menggunakan ragam ngoko dialek Tegalan karena bertujuan saling
mengakrabi satu sama lain. Secara keseluruhan faktor-faktor yang
mempengaruhi adanya bentuk-bentuk variasi ragam bahasa itu ada hubungannya
dengan setting dan tujuan, atau tempat dan suasana, yaitu
pasar loak, sebuah pasar yang dikunjungi banyak orang dari berbagai lapisan
masyarakat. Ada masyarakat pelajar, pegawai, buruh, petani, pedagang, dan
sebagainya. Adapun suasana di pasar loak adalah santai sehingga variasi
ragam bahasa yang digunakan oleh penjual dan pembeli pun beragam santai pula.
Wujud
Register Jual Beli Pasar Loak di Adiwerna Kabupaten Tegal
Peristiwa tutur Bakul TV:
Pembeli
: “apa kuwe?”
Penjual
: “oalah, barang dibuka-buka langsung
travone gedhe nemen yakin..”
Pembeli
: “pirang ampere?”
Penjual
: “loro kurang selawe, mantep nemen
esih asline, travone kiye langsung garo tivine.. limang ampere..”
Pembeli
: “khusus kuwe? speaker?? Toa??”
Penjual
: “speaker mbuapa la kuwe , pokoke
enyong nang umah anggone tip”
Pembeli
: “pirang ampere?”
Penjual
: “buka bae wis buka tolin gampang oh..
esih asline neng kono..”
Pembeli
: “esih asline??”
Penjual
: “iya.. esih asline yakin”
Pembeli
: “olih kapan?”
Penjual
: “olih wingi lagi sore, olih sing
tanggane aku”
Pembeli
: “mbokan olih sing wong njaba”
Keterangan :
Penjual (seorang bakul TV yang menawarkan barang dagangannya) dan pembeli
(seorang pegawai BUMN yang menawar barang dagangan penjual). Dalam percakapan
tersebut menunjukkan bahwa pembeli menggunakan bahasa Jawa ragam ngoko dialek
Tegal dengan si penjual. Hal tersebut menunjukkan bahwa tingkatan status sosial
dan perkerjaan/profesi tidak ada perbedaan atau sejajar (pembeli dan penjual)
dalam hal tawar menawar TV. Oleh karena itu, hubungan antara penjual dan
pembeli sudah biasa menggunakan ragam ngoko di sekitar pasar loak yang notabene
penjualnya lebih sering menggunakan ragam ngoko daripada karma ataupun bahasa
Indonesia dalam komunikasinya.
Register yang digunakan dalam klausa loro
kurang selawe (dua kurang dua puluh lima) menunjukkan makna telulikur (dua
puluh tiga). Di daerah Tegal, dalam peristiwa jual-beli atau tawar menawar
antara penjual dan pembeli menggunakan bahasa tersebut dalam komunikasinya.
PENUTUP
Berdasarkan
penelitian Ragam Bahasa Jual Beli di Pasar Loak Adiwerna Kabupaten Tegal dapat
disimpulkan sebagai berikut :
1.
Wujud tuturan yang digunakan oleh komunitas pedagang di pasar
loak antara penjual dan pembeli menggunakan bahasa ngoko dialek Tegalan, karena
berdasarkan konteks dan suasana, setting dan tempat yaitu pasar loak. Bahasa
yang digunakan dalam suasana di pasar loak adalah santai sehingga variasi ragam
bahasa yang digunakan oleh penjual dan pembeli pun beragam santai pula.
2. Wujud
register yang digunakan dalam percakapan antara penjual dan pembeli menggunakan
bahasa Jawa dialek Tegalan. Dalam percakapan antara penjual loakan dan pembeli
(pegawai) menunjukkan tidak adanya perbedaan status sosial dan perbedaan
profesi. Register yang digunakan dalam tawar menawar tersebut hanya diketahui
oleh masyarakat tutur daerah tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Chaer, Abdul. 2010. Sosiolinguistik
Perkenalan Awal. Jakarta: Rineka Cipta
Nababan, P.W.J. 1984. Sosiolinguistik
Suatu Pengantar. Jakarta: PT. Gramedia
Suwito. 1985. Sosiolinguistik
Pengantar Awal, Fakultas Sastra Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Surakarta: Henary Offset Solo
http://lanangj.blogspot.com/2012/02/skripsi-ragambahasa-transaksi-jual-beli.html,
diakses pada tanggal 26 Juni 2015
https://id.wikipedia.org/wiki/Pasar_loak, diakses pada tanggal 26
Juni 2015
http://www.kompasiana.com/juanfrans77/tren-pasar-loak_550e51f5813311ba2dbc6219,
diakses pada tanggal 26 Juni 2015
0 komentar:
Posting Komentar